Harmoni di Bumi Batak: Masjid Nurul Iman, Oase Keislaman di Tepi Danau Toba
Kabupaten Samosir, Sumatera Utara - Di tengah lanskap perbukitan yang menghijau dan hamparan sawah yang membentang, Masjid Nurul Iman berdiri sederhana namun kokoh di Desa Hariara Pohan. Masjid berukuran mungil, hanya seluas 7x7 meter persegi, ini menjadi pusat kegiatan keislaman bagi puluhan keluarga muslim yang tersebar di pelosok pinggiran Danau Toba.
Pagi itu, satu per satu jamaah berdatangan, memadati ruang masjid untuk melaksanakan shalat Idul Adha. Sebagian besar dari mereka adalah jamaah binaan Ali Nasrun Hasibuan, seorang dai yang telah mengabdikan diri selama setahun terakhir di desa yang dikenal sebagai penghasil padi dan jagung ini. Kehadiran Ali Nasrun membawa angin segar bagi kehidupan beragama umat Islam di wilayah tersebut.
Masjid Nurul Iman bukan hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga simbol toleransi dan kerukunan antarumat beragama di Tanah Batak. Meskipun umat Islam tidak terlalu banyak di Desa Hariara Pohan dan desa-desa sekitarnya, mereka hidup berdampingan secara harmonis dengan masyarakat sekitar.
Ali Nasrun Hasibuan juga berperan sebagai mitra Program Tebar Qurban (PTQ) Ulil Albab 1440 H, sebuah inisiatif yang menyalurkan hewan qurban kepada masyarakat yang membutuhkan. Tahun ini, Masjid Nurul Iman menjadi salah satu dari tiga titik pemotongan hewan qurban di Kabupaten Samosir, selain Desa Janji Martahan dan Turpuk Sihotang.
Di Hariara Pohan, empat ekor kambing disembelih dan dagingnya dibagikan kepada 47 keluarga muslim dari empat desa, yaitu Hariara Pohan, Siparmahan, Sampur Toba, dan Dolok Raja. Proses penyembelihan berjalan lancar, diikuti dengan makan siang bersama di lingkungan masjid, mempererat tali silaturahmi antarwarga.
Masjid Nurul Iman bukan satu-satunya tempat berkumpul umat Islam di desa ini. Di samping masjid, berdiri sebuah madrasah, tempat anak-anak belajar mengaji dan memperdalam ilmu agama. Kehadiran madrasah ini menjadi harapan bagi generasi muda muslim untuk tetap teguh dalam iman dan identitasnya.
Ali Nasrun tidak sendiri dalam menjalankan misi dakwahnya. Ia dibantu oleh Pasaribu dan Pardamean Sihotang, dua tokoh penggerak dakwah setempat yang memiliki semangat tinggi untuk memajukan kehidupan beragama di wilayah mereka. Bersama-sama, mereka membina umat Islam yang jumlahnya sangat minim di tengah keterbatasan yang ada.
Di Desa Hariara Pohan, dari total 250 keluarga, hanya 17 keluarga yang beragama Islam. Kondisi serupa juga terjadi di tiga desa lainnya. Umat Islam hanya berjumlah sekitar 5-7 persen dari total penduduk. Selain jumlah yang sedikit, jarak tempat tinggal mereka juga berjauhan, menjadi tantangan tersendiri dalam pembinaan umat.
Namun, di tengah keterbatasan, semangat kebersamaan dan toleransi tetap terjaga. Destri Br. Simarmata, seorang muslimah setempat, mengungkapkan bahwa ia tidak pernah merasa ada masalah dalam menjalankan ibadahnya. Masyarakat non-muslim sangat menghormati dan tidak pernah memberikan komplain terkait pelaksanaan ibadah, termasuk adzan yang dikumandangkan melalui pengeras suara.
Masyarakat Desa Hariara Pohan, yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, hidup rukun dan saling membantu. Mereka juga dikenal ramah terhadap tamu, tanpa memandang agama atau latar belakang. Keramahan ini juga dirasakan oleh para relawan PTQ Ulil Albab yang datang untuk menyalurkan hewan qurban.
Pardamean, ketua BKM Masjid Nurul Iman Sihotang, mengungkapkan kekagumannya terhadap keramahan masyarakat setempat. Ia menceritakan pengalamannya saat ada tamu asing yang datang tengah malam dan meminta bantuan. Tanpa ragu, warga desa menyambut dan membantu mereka dengan ramah.
Selain aktif dalam kegiatan keagamaan, Pardamean juga merupakan salah satu pengelola Bukit Holbung, sebuah lokasi wisata yang kini semakin populer di kalangan wisatawan. Bukit Holbung, yang juga dikenal sebagai Bukit Teletubbies karena pemandangan alamnya yang indah, terletak tidak jauh dari Desa Hariara Pohan.
Keberadaan Masjid Nurul Iman dan semangat toleransi yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Desa Hariara Pohan menjadi contoh nyata bahwa perbedaan agama bukanlah penghalang untuk hidup berdampingan secara damai. Di tengah minoritas, umat Islam tetap dapat menjalankan ibadahnya dengan tenang dan khusyuk.
Kisah dari Desa Hariara Pohan ini memberikan harapan dan inspirasi bagi kita semua untuk terus menjaga kerukunan dan toleransi antarumat beragama. Di tengah keberagaman Indonesia, semangat persatuan dan gotong royong adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan harmonis.
Masjid Nurul Iman, meskipun kecil secara fisik, memiliki peran yang sangat besar dalam menjaga keberlangsungan kehidupan beragama umat Islam di wilayah pinggiran Danau Toba. Kehadirannya menjadi oase spiritual yang memberikan ketenangan dan kedamaian bagi jamaahnya.
Semangat dakwah yang dilakukan oleh Ali Nasrun Hasibuan dan para penggerak dakwah setempat patut diacungi jempol. Dengan segala keterbatasan, mereka terus berupaya untuk membina dan memperkuat iman umat Islam di tengah tantangan lingkungan dan perbedaan keyakinan.
Kisah toleransi dan kerukunan di Desa Hariara Pohan ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Bukit Holbung. Mereka tidak hanya disuguhkan dengan pemandangan alam yang indah, tetapi juga dengan suasana kehidupan masyarakat yang harmonis dan saling menghormati.
Semoga kisah inspiratif dari Desa Hariara Pohan ini dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain di Indonesia, bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk bersatu dan membangun bangsa. Keberagaman adalah kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan, demi terciptanya Indonesia yang lebih baik di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar